Sejarah Singkat E-Sports
Tahukah Anda bahwa total hadiah The International 2015
(turnamen DOTA2 paling bergengsi di dunia) adalah US$ 18 juta atau setara
dengan Rp 245.628.000.000? Evil Genius, sebagai sang juara The International
2015, berhasil membawa pulang US$ 6,6 juta atau sekitar Rp 90.063.600.000.
Di
seberangnya, World Championship, kompetisi paling bergengsi untuk League of
Legends, menawarkan total hadiah, US$2,1 juta untuk tim-tim paling berprestasi
dari seluruh dunia.
Bagaimana
dengan CS:GO? Well, CS:GO memang nampaknya harus mengakui kalah glamor
ketimbang dua game MOBA di atas sekarang ini. Sedangkan turnamen FPS dengan
total hadiah terbesar dipegang oleh seri Call of Duty dengan nominal US$ 1
juta. Meski begitu, FPS merupakan salah satu genre pionir dalam perkembangan
sejarah e-sports dan juga salah satu genre tertua dalam sejarah PC gaming – terutama
dibanding dengan MOBA yang memang masih sangat belia dan sedang lucu-lucunya.
Anda
bisa melihat daftar lengkap hadiah-hadiah turnamen E-sport paling bergengsi di
seluruh dunia di www.esportsearnings.com/tournaments.
Lalu,
bagaimanakah dunia e-sport ini bisa sampai ke titik ini? Bagaimana awal sejarah
e-sport? Aspek apa sajakah yang menghantarkan e-sports jadi seheboh sekarang?
Before
the Internet (1972–1989)
Meski rata-rata game generasi pertama merupakan game multiplayer, di era awal
kompetisi gaming ini, aspek kompetitif ditentukan dengan metode High Score.
Para gamer berlomba-lomba mencetak skor tertinggi untuk menjadi sang juara.
Turnamen
gaming pertama yang tercatat dalam sejarah adalah turnamen lokal di universitas
Stanford, 19 Oktober 1972, untuk game Spacewars dan hadiah turnamen ini
‘hanya’lah berlangganan gratis majalah Rolling Stone selama satu tahun.
Sedangkan untuk turnamen berskala besar yang pertama kali dipegang oleh game
Space Invaders yang diselenggarakan oleh Atari dengan jumlah peserta kurang
lebih 10.000 pemain di Amerika Serikat.
Pada
tahun 1981, Walter Day mendirikan Twin Galaxy yang mencetak skor tertinggi
untuk berbagai game dan berafiliasi dengan Guiness Book of World Records. Twin
Galaxy masih bertahan sampai hari ini dan Anda bisa melihatnya mengikuti
perkembangan jaman dengan mencatat skor untuk game-game mobile. Dari 1970 –
1980, media-media mainstream juga mulai meliput kegiatan-kegiatan kompetisi
gaming meski masih sangat minim.
After
Internet (1990–1999)
Meski protokol TCP/IP pertama kali dikenalkan untuk ARPANET (sistem cikal bakal
internet) di tahun 1982, baru di tahun 90an lah, internet dapat dinikmati
secara masif. Namun demikian, tercatat ada sebuah game berjudul Netrek yang
menjadi ‘the first internet team game’ yang dirilis di tahun 1988.
Tahun
90an adalah tahunnya FPS, karena memang FPS sendiri merupakan salah satu genre
game tertua yang ada di PC. Red Annihilation yang merupakan turnamen untuk
Quake dianggap banyak kalangan sebagai turnamen e-sports yang pertama kali
dengan 2000 peserta. Pemenang kompetisi ini mendapatkan hadiah sebuah mobil
Ferrari bekas milik John Carmack, sang lead developer untuk Quake.
Beberapa
minggu setelah Red Annihilation, dibentuklah Cyberathlete
Professional League dan di tahun yang sama, mereka mengadakan turnamen pertama
mereka. Setelah CPL, organisasi e-sports lain mulai banyak bermunculan.
Sayangnya, meski menjadi pionir e-sports, CPL sendiri tidak dapat bertahan
sampai hari ini meski telah berganti kepemilikan beberapa kali.
Nintendo
juga merajai kompetisi-kompetisi gaming di era ini dengan mengadakan sekian
banyak tur di seluruh Amerika Serikat.
Meski
begitu, kondisi esports di era ini juga masih tumbuh perlahan karena sistem
monetisasi yang belum sekompleks saat ini. Belum ada kontrak sponsorship bagi
para pemain, sehingga penghasilan yang didapatkan hanyalah dari hadiah
turnamen. Itupun, tercatat banyak uang hadiah turnamen yang tersendat
pencairannya.
Ditambah
lagi, kondisi internet juga belum dapat menyentuh ke seluruh negara dengan
rata. Sehingga, para gamer sebagai peserta turnamen biasanya hanya berasal dari
Eropa ataupun Amerika Serikat. Baru di akhir-akhir masa ini (1997), Korea
Selatan muncul sebagai salah satu negara di Asia dengan infrastruktur internet
terbaik dan juga sekaligus meramaikan dunia esports di genre RTS di StarCraft.
Selain
itu, Johnathan “Fatal1ty” Wendel yang merupakan salah satu gamer profesional
generasi pertama legendaris yang sampai hari ini namanya masih diasosiasikan
dengan pro-gamer juga baru memulai debut perdananya di Oktober 1999 untuk
game Quake III Arena di CPL.
Global
Tournaments Era (2000 – Sekarang)
Di era ini, kompetisi-kompetisi berkelas internasional mulai bermunculan dan
menjadikan perkembangan e-sports tumbuh subur, seperti World Cyber Games,
Electronic Sports World Cup, Intel Extreme Masters, Major League Gaming, dan
kawan-kawannya.
Pergeseran
genre FPS (atau mungkin lebih spesifik ke CS 1.6) sebagai arus mainstream
esports ke MOBA juga terjadi di era ini, atau tepatnya di 2010, setelah
kompetisi LoL ditonton oleh jutaan orang di seluruh dunia dan Valve mendapatkan
trademark untuk DOTA2. Ditambah lagi, DOTA2 seolah menjadi ‘anak emas’ dan
CS:GO menjadi ‘anak tiri’ Valve >o<
Saya
kira Anda bisa mencari banyak info tentang e-sports jauh lebih mudah di era
ini. Selain itu, akan terlalu banyak kompetisi, game, ataupun pemain-pemain
kelas dunia yang tidak akan cukup untuk dituliskan semuanya di sini.
Namun
yang paling menarik di era ini sebenarnya adalah peran media yang menjadi
faktor utama pertumbuhan pesat e-sports. Tentu saja, kita tidak bicara soal
media mainstream, seperti televisi, namun media modern yang juga melesat naik
popularitasnya seperti Twitch, Pentakill, dan Youtube. Karena, faktanya,
televisi tetap akan lebih memilih hiburan mainstream untuk kalangan mainstream
seperti infotainment, sinetron, talent show, kuis berhadiah, berita politik,
ketimbang pertandingan e-sports. Jangankan e-sports, bandingkan saja frekuensi
jam tayang olahraga dengan program-program yang saya sebutkan tadi…
The
‘Why’ & The ‘How’…
Setelah sejarah singkat tadi, ada beberapa aspek yang bisa kita pelajari
bersama tentang faktor apa sajakah yang membuat E-Sports berkembang.
Di
sini, ada 2 aspek yang terkait erat dalam menentukan perkembangan e-sports:
aspek monetisasi dan informasi. Sebelum ada sponsorship yang masif seperti
sekarang ini, tentu saja, kompetisi e-sports tidak akan berumur panjang karena,
faktanya, semua kegiatan yang ada di dunia ini pasti membutuhkan dana. Namun di
sisi lain, para sponsor juga tidak akan mengucurkan dana jika kegiatan tersebut
tidak terekspos secara masif. Contohnya saja, Qatar Airways tidak akan
mengucurkan dana sampai 35 juta Euro jika penonton yang menyaksikan
pertandingan dan mengikuti perkembangan berita Barcelona hanya jutaan orang.
Akses
internet yang jauh lebih mudah sekarang ini membuka peluang e-sports terekspos
secara masif di dunia maya. Di sisi monetisasi, bentuk sponsorship memang cukup
ideal (paling tidak sampai saat ini) bagi kedua belah pihak, tim dan sponsor.
Bagi tim gamer profesional, sponsorship memberikan akses untuk dapat terus
berlatih mengasah skill tanpa harus pusing mencari nafkah. Bagi para sponsor,
mereka dapat memasarkan produk lebih tepat sasaran karena memang para penonton
dan fans e-sports jauh lebih spesifik ketimbang penonton infotainment dan
sinetron.
Coba
saja bayangkan iklan SteelSeries di TV Indonesia… Iklannya tentu saja tidak
akan efektif karena memang banyak sekali penonton yang bahkan tidak tahu apa
itu equip gaming. Lagipula, bukankah lebih baik dananya diberikan untuk
memberikan dukungan kepada tim gaming agar bisa terus berprestasi, ketimbang
diberikan untuk para pemilik media televisi yang memang sudah kaya raya?
Lalu
bagaimana dengan perkembangan dunia e-sports di Indonesia? Well, faktanya,
paradigma gaming masih dianggap negatif oleh orang-orang awam Indonesia. Itu
juga sebabnya kenapa sponsor-sponsor tim gaming di Indonesia bukanlah
perusahaan lokal, namun justru perusahaan internasional seperti SteelSeries. Selama
paradigma itu masih belum berubah, kondisi e-sports kita akan berjalan lamban
seperti siput karena ada begitu banyak perusahaan besar lokal yang tidak ingin
brand-nya diasosiasikan dengan anak-anak muda yang kerjanya ‘hanya’ main game
setiap hari…
So,
apa yang bisa kita lakukan? Jika Anda merupakan salah satu penggemar e-sports
dan hobi bermain game seperti saya, kita bisa memulainya dengan membuktikan
diri ke orang-orang awam tersebut bahwa bermain game itu tidak seburuk yang
mereka kira. Kita bisa berprestasi, kita bisa berguna untuk orang-orang di
sekitar kita, dan kita tidak menyerah setiap kali tantangan menghadang –
seperti yang telah dicontohkan oleh Richard Permana dan kawan-kawannya di TEAMnxl>.
Cheers